Jumat, 13 Maret 2015

HAKIKAT KEPRIBADIAN

Diposting oleh Unknown di 20.54



HAKIKAT KEPRIBADIAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Guru
Dosen Pengampu: Drs. Mohammad Kanzunnudin, M.Pd


Disusun Oleh: Kelompok 1
1.      Ferdina Dwi Lestari         (201333081)
2.      Anikatul Muawanah         (201333060)
3.      Luthvi Rohmaniyati         (201333068)
4.      Umi Rifaatul M.               (201333087)
5.      Komang Tri Sutrisno        (201333085)
6.      Ganda Noor Abdillah       (201333077)
Kelas 4B: PGSD









 
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015

 
Prakata

Puji syukur senantiasa kami panjatkan atas karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini merupakan syarat untuk melengkapi nilai tugas mata kuliah Pengembangan Kepribadian Guru.
Keberhasilan makalah ini tidak lain juga referensi-referensi serta bantuan dari pihak pihak yang bersangkutan. Makalah ini juga masih memiliki kekurangan, baik dalam penyampaian materi atau dalam penyusunan. Penyusunan makalah ini juga dimaksudkan untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai materi ini.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Daftar isi

Prakata .............................................................................................................................. 2
Daftar isi ........................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 6
2.1 Pengertian Kepribadian .................................................................................. 6
2.2 Struktur Kepribadian ...................................................................................... 7
2.3 Dinamika Kepribadian .................................................................................. 11
2.4 Perkembangan Kepribadian .......................................................................... 13
2.5 Jenis-Jenis Kepribadian ................................................................................. 14
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian ..................................................... 15
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 18
3.1 Simpulan ....................................................................................................... 18
3.2 Saran ............................................................................................................. 18
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 19
           


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan  pemikiran, kajian atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah “human behavior”, perilaku manusia, yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut.
Kepribadian adalah pola kognitif, afektif, dan perilaku yang berbeda dan karakteristik yang menentukan gaya personal individu serta mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Sarafino, 2002). Kepribadian mengatur tingkah laku manusia dalam merespons hal-hal yang ada di lingkungannya, dan setiap individu mempunyai cara yang berbeda-beda dalam merespons hal tersebut sesuai dengan tipe kepribadiannya. Tipe kepribadian dibagi dalam dua jenis, yaitu tipe kepribadian A dan B. Hal ini diungkapkan Friedman dan Rosenman (1974 dalam Sarafino, 2002; Sarafino, 2006) sebagai orang yang pertama sekali memperkenalkan pembagian tipe kepribadian A dan B pada manusia. Tipe kepribadian A adalah perilaku atau emosional yang dikarakteristikkan dengan tingkat kompetitif (persaingan) yang tinggi, sangat menghargai waktu, pemarah, dan suka bermusuhan. Sedangkan tipe kepribadian B adalah perilaku atau emosional yang dikarakteristikkan dengan tingkat kompetitif (persaingan) yang rendah, lebih santai terhadap waktu, tenang, dan tidak mudah marah (Sarafino, 2006).

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kepribadian?
2. Bagaimanakah struktur kepribadian?
3. Bagaimanakah dinamika kepribadian?
4. Bagaimanakah perkembangan kepribadian?
5. Apa sajakah jenis-jenis kepribadian?
6. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi kepribadian?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian kepribadian.
2. Mahasiswa dapat mengetahui struktur kepribadian.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dinamika kepribadian.
4. Mahasiswa dapat mengetahui perkembangan kepribadian.
5. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis kepribadian.
6. Mahasiswa dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi kepribadian.

           

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Kata kepribadian (personality) berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona, yang berarti "topeng" yang biasa dipakai oleh artis dalam teater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili kepribadian tertentu. Jadi konsep awal dari pengertian kepribadian adalah tingkah laku yang ditampakkan oleh lingkungan sosial – kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.
 Masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut merupakan definisi kepribadian:
1.    Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial kemampuan menampakkan diri secara mengesankan (Hilgard dan Maskuis).
2.    Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individu, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman (Stren).
3.    Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiogik seseorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya (Allprot).
4.    Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang (Guilford).
5.    Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam respon suatu situasi (Pervin).
6.    Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional (Murray).
7.    Kepribadian adalah pola khas dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan orang yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah satu totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individual, yang memberi kemungkinan untuk membedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi lainnya.

2.2 STRUKTUR KEPRIBADIAN
Menurut Sigmund Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu: The Id (Das Es), yaitu aspek biologis; The Ego (Das Ich), yaitu aspek psikologis; The Super Ego (Das Ueber Ich), yaitu aspek sosiologis.
a.       The Id (Das Es)
The Id (Das Es) adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang orisinil di dalam kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh.
Freud menyebutnya juga realita psikis yang sebenar-benarnya, oleh karena Das Es itu merupakan dunia batin atau dunia subjektif. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk instink-instink. Id merupakan “reservoir” energi psikis yang menggerakkan Ego dan Super Ego. Energi psikis di dalam Id itu dapat meningkat oleh karena perangsang, baik perangsang dari luar maupun perangsang dari dalam. Apabila energi itu meningkat, maka lalu menimbulkan tegangan, dan ini menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan) yang oleh Id tidak dapat dibiarkan. Karena itu apabila energi meningkat, yang berarti ada tegangan, segeralah Id mereduksi energi itu untuk menghilangkan rasa tidak enak itu. Jadi yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id ialah menghindarkan diri dari ketidak enakan dan mengejar keenakan. Pedoman ini disebut “prinsip kenikmatan” dan “prinsip keenakan”.
Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai kenikmatan itu Id mempunyai dua cara (alat proses) yaitu:
a)      Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip, dsb.
b)      Proses primer, seperti misalnya orang lapar membayangkan makanan.
Akan tetapi jelas bahwa cara pada proses primer yang demikian itu tidak memenuhi kebutuhan. Orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan hanya membayangkan makanan. Karena itu maka perlulah (merupakan keharusan kodrati) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah The Ego (Das Ich).
b.      The Ego (Das Ich)
The Ego (Das Ich) adalah aspek psikologis dari kepribadian dan timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realitas).
Orang yang lapar mesti perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanana dan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan yang pokok antara Id dan Ego, yaitu kalau Id itu hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), maka Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di luar batin atau dunia subjektif (dunia realita).
Di dalam berfungsinya, Ego berpegang pada “prinsip kenyataan” atau “prinsip realita” dan bereaksi dengan proses sekunder. Tujuan realitas prinsip itu oalah mencari obyek yang tepat (serasi), untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam individu. Proses sekunder itu adalah proses berpikir realistis. Dengan menggunakan proses sekunder, Ego merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya atau mentest-nya (biasanya dengan suatu tindakan) untuk mengetahui apakah rencana itu berhasil atau tidak. Misalnya: Orang lapar merencanakan di mana dia dapat makan, lalu pergi ke tempat tersebut untuk mengetahui apakah rencana tersebut berhasil (cocok dengan realita) atau tidak. Perbuatan ini secara teknis disebut “reality testing”.
Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif dari kepribadian, karena Ego mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, serta memilih objek-objek yang dapat memenuhi kebutuhan. Di dalam menjalankan fungsi ini seringkali Ego harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Id dan Super Ego dengan dunia luar.
Hal yang harus diperhatikan dari Ego ini adalah bahwa:
1)   Ego merupakan bagian dari Id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan kebutuhan Id, bukan untuk mengecewakannya;
2)   Seluruh energi (daya) Ego berasal dari Id, sehingga Ego tidak terpisah dari Id;
3)   Peran utamanya menengahi kebutuhan Id dan kebutuhan lingkungan sekitar;
4)   Ego bertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan perkembangbiakannya.
c.       Super Ego (Das Ueber Ich)
Super Ego (Das Ueber Ich) adalah aspek sosiologis dari kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nialai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang diajarkan dengan berbagai perintah dan larangan. Super Ego lebih mengutamakan kesempurnaan daripada kesenangan.karena itu Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral dari kepribadian.
Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, baik atau buruk, dan dengan demikian individu dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Super Ego diinternalisasikan dalam perkembangan anak sebagai responden terhadap hadiah dan hukuman yang diberikan oleh orang tua (dan pendidik-pendidik yang lain). Dengan maksud untuk mendapatkan hadiah dan menghindari hukuman, anak mengatur tingkah lakunya sesuai dengan garis-garis yang dikehendaki oleh orang tuanya. Apapun juga yang dikatakannya tidak baik dan bersifat menghukum akan cenderung untuk menjadi kata hati (conscience) anak sedangkan apapun juga yang disetujui dan membawa hadiah cenderung untuk menjadi ego-ideal anak.
Mekanisme terbentuknya kata hati dan ego-ideal itu disebut introjeksi. Introjeksi ini dapat juga diartikan sebagai proses penerimaan anak terhadap norma-norma moral dari orang tuanya. Baik kata hati maupun ego-ideal, keduanya merupakan dua komponen yang membentuk Super Ego sebagai suatu sistem dalam kepribadian individu. Kata hati berfungsi sebagai hakim dalam diri seseorang, apabila dia melakukan kesalahan maka kata hati menghukumnya dengan membuatnya merasa bersalah. Sementara ego ideal berfungsi sebagai pemberi hadiah kepada individu apabila dia berbuat baik dengan cara membuatnya merasa bangga akan dirinya. Dengan terbentuknya Super Ego ini, berarti pada diri individu telah terbentuk kemampuan untuk mengontrol dirinya sendiri (self-control) menggantikan control dari orang tua (out control).
Super Ego berfungsi untuk:
1)   Merintangi dorongan-dorongan Id, terutama dorongan-dorongan seksual dan agresif, karena dalam kenyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;
2)   Mendorong Ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik;
3)   Mengejar kesempurnaan.

Ketiga komponen di atas merupakan suatu sistem kepribadian yang bekerja sebagai suatu tim dan dikoordinasikan (diatur) oleh Ego. Freud membandingkan struktur kepribadian atau lapisan kesadaran itu dengan gunung es yang menggambarkan bahwa menurut Freud kesadaran itu terdiri atas tiga tingkat, yaitu sebagai berikut:
a.    Kesadaran (conscious) merupakan bagian kehidupan mental atau lapisan jiwa individu. Kehidupan mental ini memiliki kesadaran penuh. Melalui kesadarannya, individu mengetahui tentang: siapa dia, sedang apa dia, sedang di mana dia, apa yang terjadi di sekitarnya, dan bagaimana dia memperoleh yang diinginkannya. Freud meyakini bahwa kesadaran individu merupakan bagian terkecil (permukaan gunung es) dari kehidupan mentalnya.
b.   Ambang sadar (preconscious) merupakan lapisan jiwa di bawah kesadaran, sebagai tempat penampungan dari ingatan-ingatan yang tidak dapat diungkap secaara cepat, nemun dengan usaha tertentu sesuatu itu dapat diingat kembali. Contohnya: Pada suatu saat kita lupa tentang apa yang telah dipelajari, tetapi dengan sedikit konsentrasi dan asosiasi tertntu kita bisa mengingat kembali pelajaran tersebut.
c.    Ketidaksadaran (unconscious) merupakan lapisan terbesar dari kehidupan mental individu. Area ini merupakan gudang dari instink-instink atau pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan yang direpres. Walaupun individu secara penuh tidak menyadari keberadan instink-instink tersebut, namun instink-instink itu aktif bekerja untuk memperoleh kepuasan. Instink-instink ini merupakan penentu utama tingkah laku individu.

2.3 DINAMIKA KEPRIBADIAN
Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, energi selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Freud berpendapat manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi untuk berbagai tujuan seperti bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan psikologi juga menbutuhkan energi, yang disebutnya energi psikik (psychic energy) energi yang ditransform dari energi fisik melalui Id beserta insting-instingya. Ini sesuai dengan kaidah fisika, bahwa energi tidak dapat hilang, tetapi dapat pindah dan berubah bentuk.
Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan. Misalnya, insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh yang kekurangan nutrisi, dan secara jiwani maujud dalam bentuk keinginan makan. Hasrat, atau motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis, dan kumpulan energi yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian. Energi insting dapat dijelaskan dari sumber, tujuan, obyek, dan daya dorong yang dimilikinya:
1.        Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan.
2.        Tujuan insting  : berkaitan dengan sumber insting, yakni kembali memperoleh keseimbangan, misalnya dengan mencukupi kekurangan  nutrisi. Seperti sumber insting, tujuan insting juga bersifat konstan. Konsep Freud memandang insting sebagai pemicu tegangan, dan Id-Ego-Super Ego bekerja untuk mereduksi tegangan itu. Jadi tujuan insting pada dasarnya bersifat regresif (kembali asal). Tujuan insting juga bersifat konservatif: mempertahankan keseimbangan organisme dengan menghilangkan stimulasi-stimulasi yang mengganggu.
3.        Obyek insting   : adalah segala sesuatu yang menjebatani antara kebutuhan yang timbul dengan pemenuhannya. Misalnya obyek insting lapar bukan hanya makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan itu.
4.        Daya dorong insting: kekuatan / intensitas keinginan berbeda-beda setiap waktu. Yaitu insting lapar dari orang yang seharian tidak makan tentu lebih besar dari insting lapar orang yang makanannya teratur. Sebagai tenaga pendorong, jumlah kekuatan energi dari seluruh insting bersifat konstan.
Jenis-Jenis Insting
1.      Insting Hidup dan Insting Seks
Yang dimaksud insting hidup oleh Freud adalah insting yang ditunjukkan pada pemeliharaan ego dan pemeliharaan kelangsungan jenis. Dengan perkataan lain, insting hidup adalah insting yang ditunjukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Contoh dari insting kehidupan yaitu lapar, haus, dan seks. Sehubungan dengan hal ini Freud berpendapat bahwa pada manusia terdapat beberapa bagian tubuh yang peka, yang apabila mendapat stimulasi atau rangsangan akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan. Perasaan semacam itu disebut juga perasaan erotik, dan bagian atau daerah tubuh yang bisa menghasilkan perasaan erotik itu disebut daerah erogen (erogenous zones). Contoh daerah erogen antara lain mulut, bibir, dubur, dan alat kelamin.
2.      Insting Mati
Freud menyebutnya insting merusak, adalah insting yang ditunjukan kepada perusakan atau penghancuran atas apa yang telah ada (organisme atau individu itu sendiri). Freud mengajukan gagasan mengenai insting mati ini ini berdasarkan fakta yang ditemukannya bahwa tujuan semua makhluk hidup atau organisme adalah kembali kepada keadaan anorganis. Atau, pernyataan Schopenhauer, tujuan dari seluruh kehidupan adalah kematian.

2.4 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Menurut Freud fase-fase perkembangan individu didorong oleh energi psikis yang disebut libido. Libido merupakan insting kehidupan yang bersifat seksual yang ada sejak manusia lahir. Ada 5 fase yang membagi perkembangan manusia menurut Freud:
1.      Fase oral (0-1 tahun) : Disini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dengan berorientasi pada mulut. Kontak sosial lebih bersifat fisik seperti menyusui. Peran sosial biasanya dipegang oleh ibu. Pada fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu.
2.      Fase anal (1–3 tahun) : Pada fase ini kenikmatan berpusat didaerah anus, seperti saat buang air besar. Inilah saat untuk mengajarkan disiplin pada anak. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode "toilet training". Pada fase ini seringkali orang tua merasa direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa memperhatikan waktu dan tempat, sehingga seringkali orang tua menjadi keras ke anaknya dan membuat anak tersebut menjadi gagal melewati fase ini.
3.      Fase falik (3–5 tahun) : Pusat kepuasan pada fase ini adalah alat kelamin. Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomis laki-laki dan perempuan, dan biasanya difigurkan oleh ayah dan ibu. Freud juga mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oedipus dan Electra complex tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan juga ada teori tentang "penis envy" dan ini terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan dekat kepada bapaknya.
4.      Periode laten (5–12 tahun) : Merupakan masa tenang dimana anak mulai mengembangkan kemampuan motorik dan kognitifnya. Anak mulai mencoba menekan rasa takut dan cemas. Anak mulai mencari figur ideal saat ia dewasa, homoseksual alami mulai bisa terlihat pada masa ini. Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat umur 6 tahun sampai usia 12 tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah, teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.
5.      Fase genital (>12 tahun) : Tahap kematangan pada alat reproduksi, pusat kepuasaan berada di daerah kelamin. Disini libido mulai diarahkan untuk hubungan heteroseksual. Dan mulai merasakan cinta kepada lawan jenis. Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai melepas diri dari orangtuanya dan belajar untuk bertanggung jawab akan dirinya.

2.5 JENIS-JENIS KEPRIBADIAN
Holland dalam Haryono (2001) memformulasikan jenis-jenis kepribadian terbagi ke beberapa tipe yaitu sebagai berikut:
a.      Tipe Realistik
Mereka yang berada dalam area ini adalah cenderung sebagai orang yang memiliki keengganan sosial, agak pemalu, bersikap menyesuaikan diri, materialistik, polos, keras hati, praktis, suka berterus terang, asli, maskulin dan cenderung atletis, stabil, tidak ingin menonjolkan diri, sangat hemat, kurang berpandangan luas, dan kurang mau terlihat.
b.      Tipe Investigatif
Mereka yang berada dalam tipe ini cenderung berhati-hati, kritis, ingin tahu, mandiri, intelektual, instropektif, introvert, metodik, agak pasif, pesimis, teliti, rasional, pendiam, menahan diri, dan kurang popular.
c.       Tipe Artistik
Orang-orang yang masuk dalam tipe ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya sebagai orang yang “agak sulit” (complicated), tidak teratur, emosional, tidak materaialistik, idealistik, imaginatif, tidak praktis, impulsif, mandiri, introspektif, intuitif, tidak menyesuaikan diri dan orisinil/asli.
d.      Tipe Sosial
Mereka yang tergolong dalam tipe sosial ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya sebagai orang yang suka kerjasama, suka menolong, sopan santun (friendly), murah hati, agak konservatif, idealistik, persuasif, bertanggung jawab, bersifat sosial, bijaksana, dan penuh pengertian.
e.       Tipe Enterprising
Mereka yang masuk dalam tipe ini cenderung memperlihatkan dirinya sebagai orang yang gigih mencapai keuntungan, petualang, bersemangat (ambisi), percaya diri, sosial, suka spekulasi, suka menonjolkan diri, energik, dominan, argumentatif dan suka bicara.
f.       Tipe Conventional
Mereka yang masuk dalam tipe ini adalah orang-orang yang mudah menyesuaikan diri (comforming), teliti, dispensif, efisien, kurang fleksibel, pemalu, patuh, sopan santun teratur dan cenderung rutin, keras hati, praktis, tenang, kurang imajinasi, dan kurang mengontrol diri.

2.6 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPRIBADIAN
Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).
1)      Faktor Genetika (Pembawaan)
Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung adalah:
1.    Kualitas sistem syaraf,
2.    Keseimbangan biokimia tubuh, dan
3.    Struktur tubuh.
Lebih lanjut dapat dekemukakan, bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah:
1.    Sebagai sumber bahan mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, inteligensi, dan temperamen;
2.    Membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungannya sangat baik/kondusif, perkembangan kepribadian itu tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas); dan mempengaruhi keunikan kepribadian.
2)      Faktor Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian di antaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah.
a.      Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah:
1.    Keluarga merupakan kelompok social pertama yang menjadi pusat identifikasi anak,
2.    Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan
3.    Para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian anak.
b.      Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.
c.       Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh itu di antaranya sebagai berikut:
1)        Iklim emosional kelas
Kelas yang iklim emosinya sehat (guru bersikap ramah, dan respek terhadap siswa dan begitu juga berlaku di antara sesame siswa) memberikan dampak yang positif bagi perkembangan psikis anak, seperti merasa nyaman, bahagia, mau bekerja sama, termotivasi untuk belajar, dan mau menaati peraturan. Sedangkan kelas yang iklim emosinya tidak sehat (guru bersikap otoriter, dan tidak menghargai siswa) berdampak kurang baik bagi anak, seperti merasa tegang, nervous, sangat kritis, mudah marah, malas untuk belajar, dan berperilaku yang mengganggu ketertiban.
2)        Sikap dan perilaku guru
Sikap dan perilaku guru ini tercermin dalam hubungannya dengan siswa. Hubungan guru dengan siswa di pengaruhi oleh  berbagai faktor. Faktor-faktor itu diantaranya:
(1) Stereotype budaya terhadap guru (pribadi dan profesi), positif atau negatif; (2) Sikap guru terhadap siswa; (3) Metode mengajar; (4) Penegakkan disiplin dalam kelas; dan (5) Penyesuaian pribadi guru.
Sikap dan perilaku guru, secara langsung mempengaruhi “self-concept” siswa, melalui sikap-sikapnya terhadap tugas akademik (kesungguhan dalam mengajar), kedisiplinan dalam menaati peraturan sekolah, dan perhatiannya terhadap siswa. Secara tidak langsung, pengaruh guru ini terkait dengan upayanya membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosialnya.
3)        Disiplin (tata-tertib)
Tata tertib ini ditujukan untuk membentuk sikap dan tingkah laku siswa. Disiplin yang otoriter cenderung mengembangkan sifat-sifat pribadi siswa yang tegang, cemas, dan antagonistik. Disiplin yang permisif, cenderung membentuk sifat siswa yang kurang bertanggung jawab, kurang menghargai otoritas, dan egosentris. Sementara disiplin yang demokratis, cenderung mengembangkan perasaan berharga, merasa bahagia, perasaan tenang, dan sikap bekerja sama.
4)        Prestasi belajar
Perolehan prestasi belajar, atau peringkat kelas dapat mempengaruhi peningkatan harga diri, dan sikap percaya diri siswa.
5)        Penerimaan teman sebaya
Siswa yang diterima oleh teman-temannya, dia akan mengembangkan sikap positif terhadap dirinya, dan juga orang lain. Dia merasa menjadi orang yang berharga.


BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Kepribadian adalah tingkah laku yang ditampakkan oleh lingkungan sosial  kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial. Menurut Sigmund Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu: The Id (Das Es), yaitu aspek biologis; The Ego (Das Ich), yaitu aspek psikologis; The Super Ego (Das Ueber Ich), yaitu aspek sosiologis. Freud berpendapat manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi untuk berbagai tujuan seperti bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan psikologi juga menbutuhkan energi, yang disebutnya energi psikik (psychic energy) energi yang ditransform dari energi fisik melalui Id beserta insting-instingya.
Perkembangan kepribadian meliputi 5 fase, yaitu, fase oral, fase anal, fase falik, fase laten, fase genital. Holland dalam Haryono (2001) memformulasikan jenis-jenis kepribadian terbagi ke beberapa tipe yaitu sebagai berikut: tipe realistic, investigative, artistic, sosial, enterprising, conventional, ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).

3.2  Saran
Melalui pengertian, struktur, dinamika, perkembangan, jenis-jenis, dan faktor yang mempengaruhi kepribadian hendaknya dipahami oleh semua orang dan diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang pendidikan, sehingga dapat menjaga kepribadian dalam segala kondisi. Dengan diterapkannya kepribadian yang baik maka akan dihasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.

Daftar Pustaka

Alwisol. 2011. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
Hall, Calvin. dkk. 2005. Psikologi 1: Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius
Kartono, Kartini. 1980. Teori Kepribadian. Bandung: Alumni
Koeswara. E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco
Sujanto, Agus. dkk. 2009. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara
Suryabrata, Sumadi. 1983. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: CV. Rajawali
Yusuf, Syamsu. dkk. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


0 komentar:

Posting Komentar

 

Senyum Terbaikqu Karena Pesan Sukses Darimu Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Online Shop Vector by Artshare