HAKIKAT
KEPRIBADIAN
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Guru
Dosen Pengampu: Drs.
Mohammad Kanzunnudin, M.Pd
Disusun Oleh: Kelompok 1
1. Ferdina
Dwi Lestari (201333081)
2. Anikatul Muawanah (201333060)
3. Luthvi
Rohmaniyati (201333068)
4. Umi
Rifaatul M. (201333087)
5. Komang Tri Sutrisno (201333085)
6. Ganda Noor Abdillah (201333077)
Kelas 4B: PGSD
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015
Prakata
Puji syukur senantiasa
kami panjatkan atas karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.
Makalah ini merupakan syarat untuk melengkapi nilai tugas mata kuliah Pengembangan Kepribadian Guru.
Keberhasilan makalah
ini tidak lain juga referensi-referensi serta bantuan dari pihak pihak yang
bersangkutan. Makalah ini juga masih memiliki kekurangan, baik dalam
penyampaian materi atau dalam penyusunan. Penyusunan makalah ini juga
dimaksudkan untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai materi ini.
Akhirnya kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Daftar isi
Prakata .............................................................................................................................. 2
Daftar isi ........................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 6
2.1
Pengertian Kepribadian
.................................................................................. 6
2.2 Struktur Kepribadian ...................................................................................... 7
2.3 Dinamika Kepribadian .................................................................................. 11
2.4 Perkembangan
Kepribadian .......................................................................... 13
2.5
Jenis-Jenis Kepribadian ................................................................................. 14
2.6 Faktor
yang Mempengaruhi Kepribadian ..................................................... 15
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 18
3.1 Simpulan ....................................................................................................... 18
3.2 Saran ............................................................................................................. 18
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir
berdasarkan pemikiran, kajian atau
temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian
kepribadian adalah “human behavior”, perilaku manusia, yang
pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut.
Kepribadian adalah pola kognitif,
afektif, dan perilaku yang berbeda dan karakteristik yang menentukan gaya
personal individu serta mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Sarafino,
2002). Kepribadian mengatur tingkah laku manusia dalam merespons hal-hal yang
ada di lingkungannya, dan setiap individu mempunyai cara yang berbeda-beda
dalam merespons hal tersebut sesuai dengan tipe kepribadiannya. Tipe
kepribadian dibagi dalam dua jenis, yaitu tipe kepribadian A dan B. Hal ini
diungkapkan Friedman dan Rosenman (1974 dalam Sarafino, 2002; Sarafino, 2006)
sebagai orang yang pertama sekali memperkenalkan pembagian tipe kepribadian A
dan B pada manusia. Tipe kepribadian A adalah perilaku atau emosional yang
dikarakteristikkan dengan tingkat kompetitif (persaingan) yang tinggi, sangat
menghargai waktu, pemarah, dan suka bermusuhan. Sedangkan tipe kepribadian B
adalah perilaku atau emosional yang dikarakteristikkan dengan tingkat
kompetitif (persaingan) yang rendah, lebih santai terhadap waktu, tenang, dan
tidak mudah marah (Sarafino, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kepribadian?
2.
Bagaimanakah struktur kepribadian?
3. Bagaimanakah dinamika kepribadian?
4. Bagaimanakah
perkembangan kepribadian?
5. Apa sajakah
jenis-jenis kepribadian?
6. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi kepribadian?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian kepribadian.
2. Mahasiswa dapat mengetahui struktur kepribadian.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dinamika kepribadian.
4. Mahasiswa
dapat mengetahui perkembangan kepribadian.
5. Mahasiswa
dapat mengetahui jenis-jenis kepribadian.
6. Mahasiswa dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi
kepribadian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Kata
kepribadian (personality) berasal
dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona, yang berarti "topeng" yang biasa dipakai oleh artis dalam teater.
Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya,
seolah-olah topeng itu mewakili kepribadian tertentu. Jadi konsep awal dari
pengertian kepribadian adalah tingkah laku yang ditampakkan oleh lingkungan sosial – kesan mengenai
diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.
Masing-masing pakar kepribadian membuat
definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus
analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut merupakan definisi
kepribadian:
1. Kepribadian
adalah nilai sebagai stimulus sosial kemampuan menampakkan diri secara
mengesankan (Hilgard dan Maskuis).
2. Kepribadian
adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individu, unik, usaha mencapai
tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman
(Stren).
3. Kepribadian
adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiogik seseorang yang menentukan
model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya (Allprot).
4. Kepribadian
adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang (Guilford).
5. Kepribadian
adalah seluruh karakteristik
seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap
dalam respon suatu situasi (Pervin).
6. Kepribadian
adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati
tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional (Murray).
7. Kepribadian adalah pola khas
dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan
orang yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares).
Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah satu
totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individual,
yang memberi kemungkinan untuk membedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi
lainnya.
2.2 STRUKTUR KEPRIBADIAN
Menurut
Sigmund Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu: The Id (Das
Es), yaitu aspek biologis; The Ego (Das Ich), yaitu aspek psikologis; The Super
Ego (Das Ueber Ich), yaitu aspek sosiologis.
a. The Id (Das Es)
The
Id (Das Es) adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang orisinil di dalam
kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh.
Freud
menyebutnya juga realita psikis yang sebenar-benarnya, oleh karena Das Es itu
merupakan dunia batin atau dunia subjektif. Id berisikan hal-hal yang dibawa
sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk instink-instink. Id merupakan “reservoir”
energi psikis yang menggerakkan Ego dan Super Ego. Energi psikis di dalam Id
itu dapat meningkat oleh karena perangsang, baik perangsang dari luar maupun
perangsang dari dalam. Apabila energi itu meningkat, maka lalu menimbulkan
tegangan, dan ini menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan) yang
oleh Id tidak dapat dibiarkan. Karena itu apabila energi meningkat, yang
berarti ada tegangan, segeralah Id mereduksi energi itu untuk menghilangkan
rasa tidak enak itu. Jadi yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id ialah
menghindarkan diri dari ketidak enakan dan mengejar keenakan. Pedoman ini
disebut “prinsip kenikmatan” dan “prinsip keenakan”.
Untuk
menghilangkan ketidakenakan dan mencapai kenikmatan itu Id mempunyai dua cara
(alat proses) yaitu:
a)
Refleks dan
reaksi-reaksi otomatis, seperti
misalnya bersin, berkedip, dsb.
b)
Proses
primer, seperti misalnya orang
lapar membayangkan makanan.
Akan tetapi jelas
bahwa cara pada proses primer yang demikian itu tidak memenuhi
kebutuhan. Orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan hanya
membayangkan makanan. Karena itu maka perlulah (merupakan keharusan kodrati)
adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem
yang demikian itu ialah The Ego (Das Ich).
b. The Ego (Das
Ich)
The
Ego (Das Ich) adalah aspek psikologis dari kepribadian dan timbul karena
kebutuhan individu untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan
(realitas).
Orang
yang lapar mesti perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada dalam
dirinya. Ini berarti bahwa individu harus dapat membedakan antara khayalan
tentang makanana dan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan yang
pokok antara Id dan Ego, yaitu kalau Id itu hanya mengenal dunia subjektif
(dunia batin), maka Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin
dan sesuatu yang ada di luar batin atau dunia subjektif (dunia realita).
Di
dalam berfungsinya, Ego berpegang pada “prinsip kenyataan” atau “prinsip realita”
dan bereaksi dengan proses sekunder. Tujuan realitas prinsip itu oalah
mencari obyek yang tepat (serasi), untuk mereduksikan tegangan yang timbul
dalam individu. Proses sekunder itu adalah proses berpikir realistis. Dengan menggunakan
proses sekunder, Ego merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan
mengujinya atau mentest-nya (biasanya dengan suatu tindakan) untuk mengetahui
apakah rencana itu berhasil atau tidak. Misalnya: Orang lapar merencanakan di
mana dia dapat makan, lalu pergi ke tempat tersebut untuk mengetahui apakah
rencana tersebut berhasil (cocok dengan realita) atau tidak. Perbuatan ini
secara teknis disebut “reality testing”.
Ego
dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif dari kepribadian, karena Ego
mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat
dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, serta memilih objek-objek yang dapat
memenuhi kebutuhan. Di dalam menjalankan fungsi ini seringkali Ego harus
mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Id dan Super Ego dengan dunia
luar.
Hal
yang harus diperhatikan dari Ego ini adalah bahwa:
1)
Ego merupakan
bagian dari Id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan kebutuhan Id, bukan
untuk mengecewakannya;
2)
Seluruh energi (daya)
Ego berasal dari Id, sehingga Ego tidak terpisah dari Id;
3)
Peran utamanya
menengahi kebutuhan Id dan kebutuhan lingkungan sekitar;
4)
Ego bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan individu dan perkembangbiakannya.
c. Super Ego
(Das Ueber Ich)
Super
Ego (Das Ueber Ich) adalah aspek sosiologis dari kepribadian, merupakan wakil
dari nilai-nialai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana
ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang diajarkan dengan berbagai
perintah dan larangan. Super Ego lebih mengutamakan kesempurnaan daripada
kesenangan.karena itu Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral dari
kepribadian.
Fungsinya
yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, baik atau buruk,
dan dengan demikian individu dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Super
Ego diinternalisasikan dalam perkembangan anak sebagai responden terhadap
hadiah dan hukuman yang diberikan oleh orang tua (dan pendidik-pendidik yang
lain). Dengan maksud untuk mendapatkan hadiah dan menghindari hukuman, anak
mengatur tingkah lakunya sesuai dengan garis-garis yang dikehendaki oleh orang
tuanya. Apapun juga yang dikatakannya tidak baik dan bersifat menghukum akan
cenderung untuk menjadi kata hati
(conscience) anak sedangkan apapun juga yang disetujui dan membawa hadiah
cenderung untuk menjadi ego-ideal
anak.
Mekanisme
terbentuknya kata hati dan ego-ideal itu disebut introjeksi. Introjeksi ini dapat juga diartikan sebagai proses
penerimaan anak terhadap norma-norma moral dari orang tuanya. Baik kata hati
maupun ego-ideal, keduanya merupakan dua komponen yang membentuk Super Ego sebagai
suatu sistem dalam kepribadian individu. Kata hati berfungsi sebagai hakim
dalam diri seseorang, apabila dia melakukan kesalahan maka kata hati
menghukumnya dengan membuatnya merasa bersalah. Sementara ego ideal berfungsi
sebagai pemberi hadiah kepada individu apabila dia berbuat baik dengan cara
membuatnya merasa bangga akan dirinya. Dengan terbentuknya Super Ego ini,
berarti pada diri individu telah terbentuk kemampuan untuk mengontrol dirinya
sendiri (self-control) menggantikan
control dari orang tua (out control).
Super
Ego berfungsi untuk:
1)
Merintangi
dorongan-dorongan Id, terutama dorongan-dorongan seksual dan agresif, karena
dalam kenyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;
2)
Mendorong Ego
untuk menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik;
3)
Mengejar
kesempurnaan.
Ketiga
komponen di atas merupakan suatu sistem kepribadian yang bekerja sebagai suatu
tim dan dikoordinasikan (diatur) oleh Ego. Freud membandingkan struktur
kepribadian atau lapisan kesadaran itu dengan gunung es yang menggambarkan
bahwa menurut Freud kesadaran itu terdiri atas tiga tingkat, yaitu sebagai
berikut:
a. Kesadaran (conscious) merupakan bagian kehidupan mental atau lapisan jiwa
individu. Kehidupan mental ini memiliki kesadaran penuh. Melalui kesadarannya,
individu mengetahui tentang: siapa dia, sedang apa dia, sedang di mana dia, apa
yang terjadi di sekitarnya, dan bagaimana dia memperoleh yang diinginkannya.
Freud meyakini bahwa kesadaran individu merupakan bagian terkecil (permukaan
gunung es) dari kehidupan mentalnya.
b. Ambang
sadar (preconscious) merupakan lapisan jiwa di bawah kesadaran, sebagai
tempat penampungan dari ingatan-ingatan yang tidak dapat diungkap secaara
cepat, nemun dengan usaha tertentu sesuatu itu dapat diingat kembali.
Contohnya: Pada suatu saat kita lupa tentang apa yang telah dipelajari, tetapi
dengan sedikit konsentrasi dan asosiasi tertntu kita bisa mengingat kembali
pelajaran tersebut.
c. Ketidaksadaran
(unconscious) merupakan lapisan terbesar dari kehidupan mental
individu. Area ini merupakan gudang dari instink-instink atau
pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan yang direpres. Walaupun individu
secara penuh tidak menyadari keberadan instink-instink tersebut, namun
instink-instink itu aktif bekerja untuk memperoleh kepuasan. Instink-instink
ini merupakan penentu utama tingkah laku individu.
2.3 DINAMIKA KEPRIBADIAN
Dinamika adalah sesuatu yang mengandung
arti tenaga kekuatan, energi
selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap
keadaan. Freud berpendapat manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi untuk berbagai tujuan
seperti bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan psikologi juga
menbutuhkan energi,
yang disebutnya energi psikik (psychic energy) energi yang ditransform dari
energi fisik melalui Id beserta insting-instingya. Ini sesuai dengan kaidah
fisika, bahwa energi
tidak dapat hilang, tetapi dapat pindah dan berubah bentuk.
Insting adalah perwujudan psikologi dari
kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan.
Misalnya, insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh yang kekurangan nutrisi,
dan secara jiwani maujud dalam bentuk keinginan makan. Hasrat, atau motivasi,
atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis, dan
kumpulan energi
yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian. Energi insting dapat
dijelaskan dari sumber, tujuan, obyek, dan daya dorong yang dimilikinya:
1.
Sumber
insting :
adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan.
2.
Tujuan
insting : berkaitan dengan sumber
insting, yakni kembali memperoleh keseimbangan, misalnya dengan mencukupi
kekurangan nutrisi. Seperti sumber
insting, tujuan insting juga bersifat konstan. Konsep Freud memandang insting
sebagai pemicu tegangan, dan Id-Ego-Super Ego bekerja untuk mereduksi tegangan
itu. Jadi tujuan insting pada dasarnya bersifat regresif (kembali asal). Tujuan
insting juga bersifat konservatif: mempertahankan keseimbangan organisme dengan menghilangkan
stimulasi-stimulasi yang mengganggu.
3.
Obyek
insting :
adalah segala sesuatu yang menjebatani antara kebutuhan yang timbul dengan
pemenuhannya. Misalnya obyek insting lapar bukan hanya makanan, tetapi meliputi
kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan itu.
4.
Daya
dorong insting: kekuatan / intensitas keinginan berbeda-beda
setiap waktu. Yaitu insting lapar dari orang yang seharian tidak makan tentu
lebih besar dari insting lapar orang yang makanannya teratur. Sebagai tenaga pendorong,
jumlah kekuatan energi dari seluruh insting bersifat konstan.
Jenis-Jenis Insting
1.
Insting
Hidup dan Insting Seks
Yang dimaksud insting
hidup oleh Freud adalah
insting yang ditunjukkan
pada pemeliharaan ego dan pemeliharaan kelangsungan jenis. Dengan perkataan
lain, insting hidup adalah insting yang ditunjukan kepada pemeliharaan kehidupan
manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Contoh dari insting kehidupan
yaitu lapar, haus, dan seks. Sehubungan dengan hal ini Freud berpendapat bahwa pada manusia
terdapat beberapa bagian tubuh yang peka, yang apabila mendapat stimulasi atau
rangsangan akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan. Perasaan semacam itu
disebut juga perasaan erotik, dan bagian atau daerah tubuh yang bisa
menghasilkan perasaan erotik itu disebut daerah erogen (erogenous zones).
Contoh daerah erogen antara lain mulut, bibir, dubur, dan alat kelamin.
2.
Insting
Mati
Freud menyebutnya insting merusak, adalah insting yang
ditunjukan kepada perusakan atau penghancuran atas apa yang telah ada
(organisme atau individu itu sendiri). Freud mengajukan gagasan mengenai insting
mati ini ini berdasarkan fakta yang ditemukannya bahwa tujuan semua makhluk
hidup atau organisme adalah kembali kepada keadaan anorganis. Atau, pernyataan
Schopenhauer, tujuan dari seluruh kehidupan adalah kematian.
2.4 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Menurut
Freud fase-fase perkembangan individu didorong oleh energi psikis yang disebut libido. Libido merupakan insting kehidupan yang bersifat
seksual yang ada sejak manusia lahir. Ada 5 fase yang membagi perkembangan
manusia menurut Freud:
1.
Fase oral (0-1 tahun) : Disini anak mendapatkan kenikmatan
dan kepuasan dengan berorientasi pada mulut. Kontak sosial lebih bersifat fisik
seperti menyusui. Peran sosial biasanya dipegang oleh ibu. Pada fase ini bayi
merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan
yang emosional antara anak dan ibu.
2.
Fase anal (1–3 tahun) : Pada fase ini kenikmatan
berpusat didaerah anus, seperti saat buang air besar. Inilah saat untuk
mengajarkan disiplin pada anak. Pada fase ini balita merasa puas dapat
melakukan aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula
sebagai periode "toilet training". Pada fase ini seringkali orang tua
merasa direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa
memperhatikan waktu dan tempat, sehingga seringkali orang tua menjadi keras ke
anaknya dan membuat anak tersebut menjadi gagal melewati fase ini.
3.
Fase falik (3–5 tahun) : Pusat kepuasan pada fase ini
adalah alat kelamin. Anak mulai tertarik pada perbedaan anatomis laki-laki dan
perempuan, dan biasanya difigurkan oleh ayah dan ibu. Freud juga mengemukakan
pada fase ini tentang masalah Oedipus dan Electra complex tentang kelekatan
anak laki-laki kepada ibunya dan juga ada teori tentang "penis envy"
dan ini terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan dekat kepada
bapaknya.
4.
Periode laten (5–12 tahun) : Merupakan masa tenang dimana
anak mulai mengembangkan kemampuan motorik dan kognitifnya. Anak mulai mencoba
menekan rasa takut dan cemas. Anak mulai mencari figur ideal saat ia dewasa, homoseksual
alami mulai bisa terlihat pada masa ini. Fase ini adalah fase yang terpanjang,
berlangsung pada saat umur 6 tahun sampai usia 12 tahun atau usia pubertas.
Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah, teman-teman dan
hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang
bersosialisasi dengan lingkungannya.
5.
Fase genital (>12 tahun) : Tahap kematangan pada alat
reproduksi, pusat kepuasaan berada di daerah kelamin. Disini libido mulai
diarahkan untuk hubungan heteroseksual. Dan mulai merasakan cinta kepada lawan
jenis. Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas
sampai dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan
melakukan hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang
anak akan mulai melepas diri dari orangtuanya dan belajar untuk bertanggung
jawab akan dirinya.
2.5 JENIS-JENIS KEPRIBADIAN
Holland dalam Haryono
(2001) memformulasikan jenis-jenis kepribadian terbagi ke beberapa tipe yaitu
sebagai berikut:
a. Tipe Realistik
Mereka yang berada dalam area ini adalah
cenderung sebagai orang yang memiliki keengganan sosial, agak pemalu, bersikap menyesuaikan
diri, materialistik, polos, keras hati, praktis, suka berterus terang, asli,
maskulin dan cenderung atletis, stabil, tidak ingin menonjolkan diri, sangat
hemat, kurang berpandangan luas, dan kurang mau terlihat.
b. Tipe Investigatif
Mereka yang berada dalam tipe ini cenderung
berhati-hati, kritis, ingin tahu, mandiri, intelektual, instropektif,
introvert, metodik, agak pasif, pesimis, teliti, rasional, pendiam, menahan
diri, dan kurang popular.
c. Tipe Artistik
Orang-orang yang masuk dalam tipe ini
cenderung untuk memperlihatkan dirinya sebagai orang yang “agak sulit” (complicated), tidak teratur, emosional,
tidak materaialistik, idealistik, imaginatif, tidak praktis, impulsif, mandiri,
introspektif, intuitif, tidak menyesuaikan diri dan orisinil/asli.
d. Tipe Sosial
Mereka yang tergolong dalam tipe sosial ini
cenderung untuk memperlihatkan dirinya sebagai orang yang suka kerjasama, suka
menolong, sopan santun (friendly),
murah hati, agak konservatif, idealistik, persuasif,
bertanggung jawab, bersifat sosial, bijaksana, dan penuh pengertian.
e. Tipe Enterprising
Mereka yang masuk dalam tipe ini cenderung
memperlihatkan dirinya sebagai orang yang gigih mencapai keuntungan, petualang,
bersemangat (ambisi), percaya diri, sosial, suka spekulasi, suka menonjolkan
diri, energik, dominan, argumentatif dan suka bicara.
f. Tipe Conventional
Mereka yang masuk dalam tipe ini adalah orang-orang
yang mudah menyesuaikan diri (comforming),
teliti, dispensif, efisien, kurang fleksibel, pemalu, patuh, sopan santun
teratur dan cenderung rutin, keras hati, praktis, tenang, kurang imajinasi, dan
kurang mengontrol diri.
2.6 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPRIBADIAN
Secara garis besar ada dua faktor utama
yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).
1)
Faktor
Genetika (Pembawaan)
Pengaruh
gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang
dipengaruhi gen secara langsung adalah:
1. Kualitas
sistem syaraf,
2. Keseimbangan
biokimia tubuh, dan
3. Struktur
tubuh.
Lebih lanjut dapat dekemukakan, bahwa
fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah:
1. Sebagai
sumber bahan mentah (raw materials)
kepribadian seperti fisik, inteligensi, dan temperamen;
2. Membatasi
perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungannya sangat baik/kondusif,
perkembangan kepribadian itu tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas);
dan mempengaruhi keunikan
kepribadian.
2)
Faktor
Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi
kepribadian di antaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah.
a.
Keluarga
Keluarga
dipandang sebagai penentu
utama
pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah:
1. Keluarga
merupakan kelompok social pertama yang menjadi pusat identifikasi anak,
2. Anak
banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan
3. Para
anggota keluarga merupakan “significant
people” bagi pembentukan kepribadian anak.
b. Kebudayaan
Kluckhohn
berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai
lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi
kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain
untuk kita.
c. Sekolah
Lingkungan
sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dipandang
berpengaruh itu di antaranya sebagai berikut:
1)
Iklim emosional kelas
Kelas
yang iklim emosinya sehat (guru bersikap ramah, dan respek terhadap siswa dan
begitu juga berlaku di antara sesame siswa) memberikan dampak yang positif bagi
perkembangan psikis anak, seperti merasa nyaman, bahagia, mau bekerja sama,
termotivasi untuk belajar, dan mau menaati peraturan. Sedangkan kelas yang
iklim emosinya tidak sehat (guru bersikap otoriter, dan tidak menghargai siswa)
berdampak kurang baik bagi anak, seperti merasa tegang, nervous,
sangat kritis, mudah marah, malas untuk belajar, dan
berperilaku yang mengganggu ketertiban.
2)
Sikap dan perilaku guru
Sikap
dan perilaku guru ini tercermin dalam hubungannya dengan siswa. Hubungan guru
dengan siswa di pengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor itu
diantaranya:
(1) Stereotype budaya
terhadap guru (pribadi dan profesi), positif atau negatif; (2) Sikap guru terhadap
siswa; (3) Metode mengajar; (4) Penegakkan disiplin
dalam kelas; dan (5) Penyesuaian
pribadi guru.
Sikap dan perilaku guru, secara langsung
mempengaruhi “self-concept” siswa,
melalui sikap-sikapnya terhadap tugas akademik (kesungguhan dalam mengajar),
kedisiplinan dalam menaati peraturan sekolah, dan perhatiannya terhadap siswa.
Secara tidak langsung, pengaruh guru ini terkait dengan upayanya membantu siswa
dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosialnya.
3)
Disiplin (tata-tertib)
Tata tertib ini ditujukan untuk membentuk
sikap dan tingkah laku siswa. Disiplin yang otoriter cenderung mengembangkan
sifat-sifat pribadi siswa yang tegang, cemas, dan antagonistik. Disiplin yang
permisif, cenderung membentuk sifat siswa yang kurang bertanggung jawab, kurang
menghargai otoritas, dan egosentris. Sementara disiplin yang demokratis,
cenderung mengembangkan perasaan berharga, merasa bahagia, perasaan tenang, dan
sikap bekerja sama.
4)
Prestasi belajar
Perolehan prestasi belajar, atau
peringkat kelas dapat mempengaruhi peningkatan harga diri, dan sikap percaya
diri siswa.
5)
Penerimaan teman sebaya
Siswa yang diterima oleh teman-temannya,
dia akan mengembangkan sikap positif terhadap dirinya, dan juga orang lain. Dia
merasa menjadi orang yang berharga.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Kepribadian
adalah tingkah laku yang ditampakkan oleh lingkungan sosial kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat
ditangkap oleh lingkungan sosial.
Menurut Sigmund Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu:
The Id (Das Es), yaitu aspek biologis; The Ego (Das Ich), yaitu aspek
psikologis; The Super Ego (Das Ueber Ich), yaitu aspek sosiologis. Freud
berpendapat manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi untuk berbagai tujuan
seperti bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. Kegiatan psikologi juga
menbutuhkan energi,
yang disebutnya energi psikik (psychic energy) energi yang ditransform dari
energi fisik melalui Id beserta insting-instingya.
Perkembangan kepribadian meliputi 5 fase, yaitu, fase
oral, fase anal, fase falik, fase laten, fase genital. Holland dalam Haryono
(2001) memformulasikan jenis-jenis kepribadian terbagi ke beberapa tipe yaitu
sebagai berikut: tipe realistic, investigative,
artistic, sosial, enterprising, conventional, ada
dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).
3.2 Saran
Melalui
pengertian, struktur, dinamika, perkembangan, jenis-jenis, dan faktor yang
mempengaruhi kepribadian hendaknya dipahami oleh semua orang dan diterapkannya
dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
menjaga kepribadian dalam segala kondisi. Dengan diterapkannya kepribadian yang
baik maka akan dihasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Daftar Pustaka
Alwisol. 2011. Psikologi
Kepribadian. Malang: UMM Press
Hall, Calvin. dkk. 2005. Psikologi 1: Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta:
Kanisius
Kartono, Kartini. 1980. Teori Kepribadian. Bandung: Alumni
Koeswara. E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung:
Eresco
Sujanto, Agus. dkk. 2009. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara
Suryabrata, Sumadi. 1983. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: CV. Rajawali
Yusuf, Syamsu. dkk. 2011. Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
0 komentar:
Posting Komentar