GURU BERTINDAK SESUAI DENGAN NORMA AGAMA, HUKUM, SOSIAL DAN
KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA
(Pengembangan Profesionalitas Guru Sesuai dengan Norma Agama,
Hukum, Sosial dan Kebudayaaan Nasional Indonesia)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Guru
Dosen Pengampu: Drs. Mohammad Kanzunnudin, M.Pd
Disusun oleh: Kelompok VII
Isnaeni
Safitri (2013-33-082)
Nisa
Adi Komala (2013-33-083)
Dieka Radiatul Yahya (2013-33-093)
Muhammad Eko Riyadi (2013-33-092)
Achmad
Gilang Fahrudhin (2013-33-095)
Kelas B
Semester IV
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MURIA KUDUS
2014
Prakata
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pengembangan Kepribadian Guru
dengan tema Pengembangan Profesionalitas Guru Sesuai dengan Norma Agama, Hukum,
Sosial dan Kebudayaan Nasional Indonesia.
Kami berharap makalah yang berjudul
Guru Bertindak Sesuai dengan Norma Agama, Hukum, Sosial dan Kebudayaan Nasional
Indonesia ini, dapat bermanfaat bagi penulis maupun orang yang membacanya.
Tidak lupa kami juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini. Karena kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun tanpa bantuan
semua pihak.
Akhir kata penulis menyadari
bahwasanya bila segala urusan telah selesai, maka akan tampak kekurangannya. Tiada gading yang
tak retak. Oleh karena itu kritik dan saran selalu kami tunggu demi peningkatan
kualitas dan mutu dari makalah yang penulis susun ini. Dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Kudus,
27 Februari 2014
Tim
Penyusun
Kelompok
VII
DAFTAR
ISI
Daftar
isi............................................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
1.1. Latar
Belakang....................................................................................................... 4
1.2. Rumusan
Masalah................................................................................................... 4
1.3. Tujuan..................................................................................................................... 5
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................................... 6
2.1. Pengertian
Pengembangan Profesionalitas Guru Sesuai Norma............................. 6
2.2. Guru
Bertindak Sesuai dengan Norma Agama...................................................... 7
2.3. Guru
Bertindak Sesuai dengan Norma Hukum...................................................... 8
2.4. Guru
Bertindak Sesuai dengan Norma Sosial........................................................ 9
2.5. Guru
Bertindak Sesuai dengan Norma Kebudayaan Nasional Indonesia............ 11
BAB
III KESIMPULAN.................................................................................................. 13
3.1. Simpulan............................................................................................................... 13
3.2. Saran..................................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah
merupakan institusi yang kompleks (Gorton, 1976; Hanson, 1985; Snyder &
Anderson, 1985), bahkan paling kompleks diantara keseluruhan institusi sosial
(Hanson, 1985). Sebagai intitusi yang kompleks, sekolah tidak akan menjadi baik
dengan sendirinya, melainkan melalui proses peningkatan tertentu. Dalam proses
tersebut terdapat beberapa komponen yang saling menunjang, yang salah satunya
ialah guru Dalam pelaksanaan pendidikan, guru merupakan ujung tombak, sehingga
perlu pengembangan profesional guru. Profesionalitas mengacu pada sikap Guru
terhadap profesinya serta drajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki
dalam melakukan pekerjaannya. Semua komponen dalam proses belajar mengajar –
materi, media, sarana dan prasarana, dana pendidikan – tidak akan banyak
memberikan dukungan atau tidak dapat dimanfaatkan secara optimal bagi
peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran tanpa didukung oleh keberadaan
guru yang secara kontinu berupaya mewujudkan gagasan,ide dan pemikiran dalam
bentik perilaku dan sikap yang terunggul dalam tugasnya sebagai guru.
Pribadi dan
sikap guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan,
khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam
membentuk pribadi peserta didik, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam
membentuk pribadinya. Sangat di butuhkan oleh peserta didik dalam proses
pembentukan pribadinya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka kami mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian pengembangan profesionalitas guru sesuai norma ?
2. Bagaimana
guru bertindak sesuai dengan norma agama?
3. Bagaimana
guru bertindak sesuai dengan norma hukum?
4. Bagaimana
guru bertindak sesuai dengan norma sosial?
5. Bagaimana
guru bertindak sesuai dengan norrma budaya Indonesia?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas
maka mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian pengembangan profesionalitas guru sesuai norma.
2. Untuk
mengetahui bagaimana guru bertindak sesuai dengan norma agama.
3. Untuk
mengetahui bagaimana guru bertindak sesuai dengan norma hukum.
4. Untuk
mengetahui bagaimana guru bertindak sesuai dengan norma sosial.
5. Untuk
mengetahui bagaimana guru bertindak sesuai dengan norma budaya Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengembangan Profesionalitas Guru
Sesuai Norma
Kemampuan
profesional setiap guru tidaklah sama. Hal ini merupakan dilema didalam
mencapai tujuan pendidikan secara umum. Guru dituntut untuk tanggap terhadap
perubahan yang terjadi pada masyarakat, sebagai akibat dari kemajuan arus
informasi dan perkembangan Iptek. Pengembangan profesi dapat dilakukan oleh
diri sendiri, melalui kegigihan dalam melaksanakan tugasnya. Dipihak lain guru
sebagai personil di sekolah, merupakan bawahan kepala sekolah. Secara langsung
kepala sekolah berkewajiban mengembangkan kemampuan profesional guru.
Kata profesional
berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang
berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan
sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan
pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan
lain.
Guru profesional
adalah guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal. Dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih
dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Namun guru bukan
hanya cerdas dan mempunyai gelar, akan tetapi juga mempunyai prilaku yang
sesuai dengan norma.
Norma menurut KBBI
norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku, atau
aturan, ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau
membandingkan sesuatu. Menurut Bagja Waluya adalah wujud konkret dari nilai
yang merupakan pedoman, yaitu berisikan suatu keharusan bagi individu atau
masyarakat dalam berperilaku.
Norma
menurut Isworo Hadi Wiyono adalah
peraturan atau petunjuk hidup yang memberi arahan perbuatan mana yang boleh
dijalankan dan perbuatan mana yang harus dihindari. Norma menurut Soerjono
Soekanto adalah suatu perangkat agar hubungan di dalam suatu masyarakat
terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Norma-norma mengalami proses
pelembagaan atau melewati suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi
bagian dari salah satu lembaga masyarakat sehingga norma tersebut dikenal,
diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga pengembangan
profesinalitas guru yang sesuai norma merupakan seorang yang mempunyai
kemampuan khusus dalam bidang keguruan yang dimana tingkah laku, sikap dan
perbuatannya dalam keseharian baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan
masyarakat diatur oleh aturan-aturan atau pedoman sosial yang menjadi keharusan
untuk dipatuhi. Jika dilanggar akaan mendapatkan sanksi sesuai dengan norma
yang dilanggar. Norma-norma itu antara lain norma agama, norma hukum, norma
sosial, dan norma yang terkait dengan kebudayaan nasional Indonesia.
2.2 Guru Bertindak sesuai dengan Norma
Agama
Secara
sederhana, norma berarti aturan atau kaidah-kaidah dan norma agama adalah norma
atau kaidah yang bersumber pada ajaran agama, dimana setiap pemeluk agama
tersebut harus menaatinya. Dengan kata lain, norma agama ialah peraturan hidup
yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan
ajaran-ajaran yang bersumber dari agama (Tuhan Yang Maha Esa). Jika norma itu
dilanggar maka pelanggar akan mendapatkan sanksi agama berupa “siksa” kelak di akhirat.
Norma agama ini
biasanya bersifat universal, berlaku
dimana saja dan kapan saja. Norma agama juga bersifat menyeluruh, berlaku pada
setiap aspek kehidupan manusia. Dan norma agama juga bersifat mutlak, karena
bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam
menjalankan aktivitasnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah, seorang guru
hendaknya menjaga perilakunya atau berbuat yang sesuai dengan norma-norma agama
yang dianutnya.
Norma agama
harus menjadi prinsip dalam hidupnya, sehingga apa yang tampak dari perilaku
akan mencerminkan perilaku-perilaku yang sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai
yang terkandung dalam agama. Perilaku tersebut antara lain hidup sederhana,
rendah hati, suka menolong dan saling menghargai, tidak menyombongkan diri dan
takabur, baik kepada sesama guru maupun, peserta didiknya dan masyarakat pada umumnya.
Secara normatif,
guru harus memiliki kaidah (keyakinan) yang benar dan selamat, harus
menjalankan ibadah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam syariat agamanya,
Beribadah secara rutin sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Beribadah
kepada-Nya tidak terbatas pada yang bersifat langsung, tetapi juga bisa dalam
bentuk ibadah yang tidak langsung, termasuk semua perbuatan, ucapan dan
pemikiran yang dilakukan jika disandarkan kepada-Nya. Yang diantaranya saling
menghargai ketika berada di lingkungan peserta didiknya. Hal ini merupakan
suatu contoh konkret yang bisa ditiru oleh peserta didiknya. Sehingga tidak
sadar, sedikit banyak perilaku yang dilakukan oleh gurunya akan akan membentuk
kepribadian peserta didiknya.
Didalam norma
agama terdapat larangan yang utama untuk dijalankan oleh seorang guru , yaitu
larangan untuk membunuh. Yang dimana larangan membunuh ini bukan saja membunuh
secara fisik, tetapi juga pembunuhan yang bersifat nonfisik seperti pembunuhan
karakter. Seorang guru dilarang membunuh karakter peserta didiknya, sehingga
karakter siswa tersebut tidak berkembang dan bahkan menjadi padam. Pembunuhan
karakter yang dilakukan oleh seorang guru merupakan malpraktik yang harus
diberantas.
2.3 Guru Bertindak Sesuai dengan Norma
Hukum
Norma hukum
adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu atau
lembaga, seperti pemerintah (eksekutif) dan/atau legislatif yang dengan tegas
bersifat memaksa setiap warganegaranya agar berperilaku sesuai dengan hukum
yang berlaku. Adapun sumbernya bisa berupa peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama. Pelanggaran terhadap hukum adalah
berupa sanksi denda sampai hukum fisik (dipenjara, bahkan hukuman mati).
Norma hukum ada
yang tertulis dan ada pula yang tidak tertulis. Norma hukum yang tertulis
biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis atau disebut juga
perundang-undangan. Perundang-undangan, baik yang sifatnya nasional maupun yang
lokal atau daerah, dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk
membuatnya. Oleh karena itu, norma hukum sangat mengikat setiap warganegara.
Sementara norma hukum yang tidak tertulis lazim disebut hukum adat. Pembahasan
tentang hukum adat.
Ketaatan pada
norma hukum berkaitan juga dengan kedisplinan. Seorang guru harus benar-benar
disiplin dan taat kepada aturan-aturan hukum yang berlaku, dan aturan-aturan
manapun yang telah disepakati, baik yang berlaku di lingkungan sekolah maupun
di luar sekolah. Dalam Bab XI UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 39 sampai
dengan pasal 44 juga telah diatur tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Didalamnya tercantum hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan.
Mengingat tugas
guru sebagai pendidik dan fungsinya sebagai teladan, maka ketaatan pada norma
hukum harus selalu dijaga oleh guru, dari hal-hal yang sederhana hingga hal-hal
yang besar. Misalnya, membuang sampah pada tempatnya, berpakaian rapi, dan
memakai helm atau membawa perlengkapan yang semestinya ketika berkendaraan
motor. Jika, guru saja berani mengabaikan aturan-aturan yang berlaku, apalagi
anak didiknya. Yang dimana dasarnya sedikit banyak peserta didik meniru
perilaku yang dilakukan oleh gurunya.
2.4 Guru Bertindak sesuai dengan Norma
Sosial
Norma sosial
adalah norma, kaidah atau aturan perilaku dalam suatu kelompok tertentu, di
mana setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.
Dalam KBBI (2008:968), norma sosial adalah aturan yang mengatur tindakan dalam
pergaulan dengan sesamanya.
Dari pemahaman
tersebut dapat dipahami bahwa norma sosial merupakan pedoman berperilaku
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Contoh norma sosial adalah norma
kesopanan dan norma kesusilaan. Sanksi bagi pelanggaran terhadap norma sosial
biasanya berupa pengucilan dari komunitas sosial.
Dalam berbagai
literatur ilmu sosial, dikatakan bahwa terdapat empat istilah atau pengertian
yang terkait dengan istilah norma sosial. Keempat istilah tersebut adalah usage (cara), folkway (kebiasaan), mores
(tata kelakuan), dan custom (adat
istiadat) (Soejono Sukarto, 1987). Masing-masing dari keempat istilah tersebut
mempunyai dasar yang sama yaitu masing-masing merupakan norma-norma
kemasyarakatan yang memberikan petunjuk bagi perilaku seseorang yang hidup
dalam masyarakat. Masing-masing istilah tersebut juga memiliki tingkatan
penekanan yang berbeda-beda, karena setiap tindakan menunjukkan kekuatan yang
berbeda dalam hal penerapannya dan pemberlakuannya.
1. usage
Cara (usage) yang menunjuk pada suatu
perbuatan, dalam hal ini perbuatan yang dilakukan guru secara berulang-ulang.
Seperti cara mengajar guru dan cara komunikasi guru terhadap masyarakat (orang
tua peserta didik). Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman
yang berat, tetapi sekedar celaan dari individu yang terkait dengannya.
2. Folkways
Kebiasaan (folkways) mempunyai kekuatan mengikat yang
lebih besar daripada cara (usage). Kebiasaan
di sini diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama
dan merupakan bukti bahwa orang-orang menyukai perbuatan tersebut. Misalnya,
kebiasaan dalam hal yang dilakukan oleh kebanyakan guru memberi salam kepada peserta
didiknya sebelum mengajar, dan memberi hormat kepada atasan atau sesama guru. Apabila
perbuatan tersebut tidak dilakukan oleh seorang guru maka itu akan dianggap
sebagai suatu penyimpangan terhadap kebiasaa umum guru-guru dan apabila
dilanggar akan mendapat celaan atau himbauan dari sesama guru karena dianggap
melanggar aturan yang sudah diakui oleh para guru.
3. Mores
Tata kelakuan (mores) mencerminkan sifat-sifat yang
hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengontrol, baik
sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata
kelakuan ini merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan
perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
Tata kelakuan
yang terintegrasi dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi
adat istiadat (custom). Anggota
masyarakat yang melanggar adat istiadat biasanya akan mendapatkan sanksi keras.
4. Custom
Custom
atau adat istiadat merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Adat
istiadat yang melekat dan disepakati oleh masyarakat dapat menjadi peraturan
yang tidak tertulis yang harus disepakati oleh seluruh lapisan sosial, termasuk
guru.
Dalam menjalankan tugasnya guru
harus menghormati adat istiadat yang berkembang dalam suatu masyarakat. Adat
istiadat juga dapat dijadikan bahan muatan lokal yang dapat dikembangkan oleh
sekolah sebagai bagaian integral dari masyarakat.
Diberapa tempat terutama di daerah
yang masih tradisional, adat istiadat sangat dijunjung tinggi sehingga siapa
saja yang melanggarnya akan dapat sanksi sosial. Disisi lain ditempat tertentu,
guru sangat dihormati dan dijadikan panutan, dan bahkan menjadi public figure di mana perilaku dan
tindak tanduknya selalu diawasi oleh masyarakat. Maka jika guru melanggar adat
istiadat setempat, tentu ia akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
Akibatnya, mungkin saja sebagian masyarakat tidak mau memasukkan putra/putri
mereka ke sekolah tempat guru tersebut mengajar.
Jadi norma sosial berarti segala
sesuatu yang dianggap baik dan dijunjung tinggi masyarakat dan masyarakat
berusaha mewujudkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari. Norma-norma sosial
yang terdapat dalam masyarakat secara universal
dalah seperti kejujuran, kesetiaan, ketegaran, kepedulian, pengendalian diri
dan kesederhanaan.
Berkaitan dengan hal tersebut maka
seyogyanya guru sebagai pendidik menjunjung tinggi dan bertindak sesuai dengan
norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat tempat dia berada.
2.5 Guru Bertindak sesuai dengan Norma
Budaya Nasional Indonesia
Nilai-nilai
budaya merupakan nilai yang disepakati dan berlaku dalam suatu masyarakat,
lingkup organisasi dan lingkungan masyarakat yang mengakar pada suatu
kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat
dibedakan satu dari yang lain sebagai acuan perilaku.
Nilai-nilai
budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, motto, visi, misi, atau sesuatu
yang tampak sebagai acuan pokok suatu lingkungan atau organisasi tertentu.
Menurut Edward
Burnett Tylor dalam Sukanto (2006) kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
(1987), kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Dari berbagai
definisi tersebut dapat diperoleh pengertian bahwa kebudayaan adalah sesuatu
yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi
dan seni dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Kebudayaan
nasional adalah budaya bangsa Indonesia yang melekat dan menjadi jati diri
bangsa Indonesia. Nilai-nilai budaya bangsa adalah budaya ketimuran, toleransi
dengan semangat Bhineka Tunggal Ika. Budaya ini bersumber pada nilai-nilai dasar
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, budaya bangsa adalah
budaya yang pancasilais. Dalam pancasila terkandung banyak nilai di mana dari
keseluruhan nilai tersebut terkandung di dalam lima garis besar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Meskipun Indonesia
hidup di dalam berbagai macam kebergaman, baik susku bangsa, budaya maupun
agama. Dari semua itu, Indonesia terdiri di atas suatu keutuhan, menjadi
kesatuan dan bersatu dalam persatuan yang kokoh di bawah naungan Pancasila dan
semboyannya, bhineka tunggal ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Maka guru yang
berpegang pada norma-norma budaya Indonesia dalah guru yang pancasialis.
Artinya ia berpegang dan mengamalkan sila-sila dalam pancasila. Dalam aktivitas
pergaulannya, baik dalam lingkungan sekolah muapun di luar lingkungan sekolah,
guru harus berpedoman pada Pancasila sebagai landasan Budaya Indonesia. Seperti
guru selalu bersikap adil dengan semua peserta didiknya tanpa terkecuali,
memperlakukan peserta didiknya sesuai dengan semestinya, menjaga hubungan baik
dengan peserta didiknya, orang tua/wali dari peseta didiknya, sesama guru,
serta masyarakat disekitarnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Guru menjadi tombak dalam dunia pendidikan harus
memiliki kecerdasan yang mumpuni dan memiliki prilaku yang sesuai dengan
norma-norma yang berlaku. Sehingga dalam menjalankan profesinya, guru dituntut
untuk melaksanakan dengan profesional, berprilaku positif yang tentunya sesuai dengan norma agama, hukum,
sosial, dan budaya nasional Indonesia. Hal ini harus dilakukan oleh guru,
karena setiap perilakunya akan menjadi sorotan baik peserta didiknya maupun
masyarakat luas. Seperti apa guru itu akan tercermin dalam peserta didiknya
3.2 Saran
Keprofesionalan
yang harus dimiliki oleh guru tidak datang dengan tiba-tiba. Karena
keprofesionalan perlu dilatih. Sebelum dan setelah menjadi guru perlu mendapat
pembinaan mengenai keprofesionalan dan bagi masing-masing guru untuk bisa
melatih dirinya menjadi seorang yang profesional dan tetap mematuhi norma-norma
yang berlaku. Dimulai dari hal yang sederhana dilingkungan tempat tinggalnya
hingga dengan lingkungan sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Barnawi &
Arifin, M. 2012. Etika dan Profesi
Kependidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Hamalik, Oemar.
2002. Pendidikan Guru Berdasarkan
Pendekatan kompetensi. Bandung: Bumi Aksara.
Mulyasa .E.
2010. Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rochman, Chaerul
dan Heri Gunawan. 2011. Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru. Bandung:
Nuansa Cendekia.
Satori Djam’an
dkk. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta:
Universitas Terbuka
Soetjipto. 2009.
Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tim
penyusun (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional-Balai Pustakan.
Uno Hamzah .B.
2008. Profesi kependidikan. Jakarta:
Bumu Aksara.
0 komentar:
Posting Komentar