Jumat, 27 Februari 2015

PANTUN

Diposting oleh Unknown di 13.50


PANTUN
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bahasa Indonesia Keilmuan
Dosen Pengampu: Irfai Fathurohman, S.Pd., M.Pd



Disusun oleh :
Kelompok 4
1.      Anggita Widiastuti                (201333056)
2.      Nisa Adi Komala                   (201333083)
3.      Ray Sakti Murdaya              (201333088)
4.      Iin Nanda Fitriani                 (201333098)

Kelas II B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2014
Kata Pengantar

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. berkat rahmat dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah perkuliahan mengenai sastra. Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan. 
Kami menyadari pada saat penulisan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari segala pihak. Karena itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Irfai Fathurohman, S.Pd., M.Pd selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan (sastra) dan kepada teman-teman yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Untuk itu diharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Demikian kiranya semoga laporan yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Kudus, 18 April 2014
Tim Penyusun


Kelompok IV




Daftar isi

Kata Pengantar ................................................................................................................... 2
Daftar isi ............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

A.    Latar Belakang ........................................................................................................ 4

B.     Rumusan Masalah ................................................................................................... 4

C.     Tujuan ..................................................................................................................... 4

D.    Manfaat ................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 6

A.    Pengertian Pantun ................................................................................................... 6

B.     Ciri-Ciri Pantun ....................................................................................................... 6

C.     Teknik Penulisan Pantun.......................................................................................... 8

D.    Teknik Berpantun  ................................................................................................ 11

E.     Penilaian Berpantun .............................................................................................. 12

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 13

A.    Simpulan ............................................................................................................... 13

B.     Saran ..................................................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pantun termasuk karya sastra puisi lama dan merupakan puisi asli Indonesia.  Pantun sering kita dengar di mana saja, dalam kegiatan sehari-sehari, dibeberapa tempat pantun juga digunakan dalam acara-acara penting, bahkan sering kita dengar, diradio ada acara yang mengkhususkan untuk berpantun. Pantun kerap kali kita ketahui hanya sastra lisan semata, tetapi perlu diketahui bahwa pantun kini terdapat pantun tertulis, pantun yang ditulis dikumpulkan, dan dipublikasikan secara luas, tetapi pantun juga harus dibacakan secara lisan agar terlihat nilai estetika yang terkandung di dalamnya.
Lebih-lebih sastra pantun diajarkan sejak dari  sekolah dasar sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi oleh karena itu kita harus memberikan sesuatu yang bisa membuat sastra pantun tidak menjadi hal yang sulit untuk dipelajari oleh semua orang. Maka dalam makalah ini kami akan memaparkan mengenai pantun, dari mulai pengertian, ciri-ciri, teknik panulisan, teknik berpantun, dan penilain berpantun yang baik.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari pantun?
2.      Bagaimanakah ciri-ciri dari pantun?
3.      Bagaimanakah teknik penulisan pantun yang baik?
4.      Bagaimanakah teknik berpantun yang baik?
5.      Bagaimanakah teknik penilaian berpantun?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dari pantun.
2.      Mengetahui ciri-ciri pantun.
3.      Mengetahui teknik penulisan pantun.
4.      Mengetahui taknik berpantun.
5.      Mengetahui teknik penulisan pantun.



D.    Manfaat




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pantun
Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Orang yang pertama kali membentangkan pikiran dari hal pantun Indonesia adalah H.C. Klinkert dalam tahun 1868. Karangannya bernama “De pantuns of minnenzangen der Maleier”. Sesudah itu datang Prof. Pijnapple; juga beliau memaparkan pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883. Pantun tepat untuk suasana tertentu, seperti halnya juga karya seni lainnya hanya tepat untuk suasana tertentu pula.
Pantun adalah puisi asli Indonesia (Waluyo,1987:9). Namun, istilah pantun pernah menjadi perdebatan sebagian pengamat sastra Indonesia. Sebagian dari mereka menyatakan bahwa kata pantun berarti misal, seperti, umpama (pengertian semacam ini termuat dalam Kamus Besar Indonesia).
 Namun ada sebagian orang yang menyatakan bahwa kata pantun berasal dari bahasa Jawa, yaitu pantun atau pari. Baik pantun maupun pari sama-sama berarti padi dalam bahasa Indonesia (Melayu).
Pendapat yang menyatakan bahwa kata pantun berasal dari bahasa Jawa dikuatkan oleh adanya salah satu jenis puisi lisan Jawa yang mirip pantun. Dalam kesusastraan Jawa, ikatan puisi yang mirip dengan pantun dinamakan dengan parikan.
Bentuk parikan dalam kesusastraan Jawa bisa disejajarkan dengan bentuk pantun dalam kesusastraan Melayu. Perbedaan antara parikan dan pantun terletak pada jumlah larik tiap bait. Jika pantun terdiri empat baris, parikan hanya terdiri dari dua baris.
Meskipun ada perbedaan dari para ahli mengenai asal usul kata pantun, namun satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa parikan dan pantun merupakan gubahan yang diuntai atau diikat oleh ikatan-ikatan tertentu. Ikatan-ikatan inilah yang membedakan dengan bentuk karya sastra lisan yang lain dan merupakan ciri khas yang mudah dikenali.
  
B.     Ciri-ciri Pantun
Penyebaran pantun sampai jauh ke bagian timur Indonesia seperti halnya di Aceh, pentun menduduki tempat terpenting dalam upacara ataupun pertemuan tradisional. Di masyarakat Batak pantun juga digunakan dalam upacara adat, di masyarakat Toraja, Maluku dan Minangkabau pantun juga digunakan seperti halnya di Aceh dan Batak. Hal ini menunjukkan jikalau pantun itu sangat disukai oleh orang Indonesia.
Pantun  yang merupakan jenis puisi Melayu Lama memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Setiap bait terdiri dari empat larik (baris).
2.      Setiap suku kata dalam setiap larik sama atau hampir sama (biasanya terdiri dari 8-12 suku kata)
3.      Berirama berakhiran ab-ab atau aa-aa.
4.      Larik pertama dan kedua berupa sampiran, yang biasanya tidak mempunyai hubungan atau mengandung maksud, dan hanya diambil rimanya saja untuk mengantarkan maksud yang akan dikeluarkan.
5.      Larik ketiga dan keempat disebut maksud atau (isi) pantun, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut, karena isi pantun mengandung pesan yang ingin disampaikan oleh pemantun.
Para ahli yang memiliki pantun mengemukakan pendapat mereka tentang pantun, khususnya yang berkaitan dengan unsur sampiran dan isi. Mereka mengemukakan pendapat tentang hubungan antara sampiran dan isi. Adapun beberapa pendapat  para peneliti pantun tentang hubungan antara sampiran dan isi pantun adalah sebagai berikut.
Pendapat pertama dikemukaan oleh H.C Klinkert, penulis De Pantoens of Minnezangen Der Maleiers ( pantun lagu cinta orang-orang melayu) pada tahun 1868. H.C.Klinkert menyataan  bahwa antara sampira dan isi ada hubungan makna. Pendapat ini di tegaskan oleh Pijnappel pada tahun 1883. Pijnappel menyatakan bahwa ada hubungan bunyi dan arti antara sampiran dan isi.
Pendapat pijnappel di bantah oleh Ch. A. van Ophuysen yang menyatakan bahwa sia-sia mencari hubungan antara sampiran dan isi pantun karna yang muncul pertama kali dalam benak pengarang adalah isi, kemudian di carikan sampiranya yang bersajak. Dengan demikian, Ch. A. van Ophuysen tampaknya tidak begitu mempermasalhkan tentang  ada atau tidaknya hubungan makna antara sampiran dan isi pantun karena hal  itu hanyalah sebuah tindakan yang sia-sia.
Seorang peneliti lain bernama Hooykas rupanya lebih bersifat netral dalam memandang apakah antara sampiran dan isi maknanya saling berhubungan atau tidak. Menurut Hooykas , pada pantun yang baik ada hubungan makna yang tersembunyi dalam sampiran dan isi, sedangkan pada pantun yang biasa atau yang kurang baik, hubungan tersebut semata-mata hanya untuk keperluan persamaan bunyi.
Dalam buku Puisi Lama, Sutan Takdir Alisjahbana menyantakan bahwa hubungan antara sampiran dan isi hendaknya di pandang dalam kaitannya dengan cara manusia mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Secara umum, manusia selalu berusaha mengucapkan apa-apa yang dia pikirkan dan rasakan dengan sebaik-baiknya menurut ukuran dia.
Adapun dalam pantun, pikiran dan atau perasaan itu di tuangkan dalam 3 hal, yaitu irama,bunyi dan isi. Namun, ketiga hal ini tidak selalu hadir bersama-sama dalam sebuah pantun. Hanya irama yang selalu ada dalam setiap pantun.
Terlepas dari masalah apakah ada hubungan makna antara sampiran dan isi,satu hal yang harus diakui adalah bahwa isi pantun merupakan hal yang sangat penting. Isi pantun dianggap penting karena isi pantun mengndung pesan yang ingin disampaikan oleh sipemantun (penutur pantun). Dengan demikian, membahas pesan apa yang terkandung dalam sebuah pantun adalah jauh lebih penting dari pada sekadar memperdebatkan apakah ada hubungan makna antara sampiran dan isi.
Pantun digunakan sesuai dengan kebutuhan atau posisi masing-masing kelompok masyarakat. Seperti halnya pantun anak-anak biasanya dipakai saat bermain atau digumamkan saat sedih. Pantun remaja/dewasa, khususnya pantun muda (pantun cinta kasih), digunakan untuk dipakai dalam pertemuan adat sebagai selingan penegas dalam berdialog atau berdebat. Selain itu, pantun orang tua juga digunakan sebagai kias dan ibarat ketika orang tua menasehati anak/cucunya.

C.    Teknik Penulisan Pantun
Untuk menulis pantun, langkah-langkah yang perlu diperhatikan ialah sebagai berikut.
1.      Membuat topik atau tema terlebih dahulu, sama halnya jika hendak membuat karangan yang lain.
2.      Membuat isi pantun. Yaitu baris ke tiga dan ke empat yang suku kata setiap barisnya 8-12 suku kata. Untuk pembuatan pantun memang berbeda dengan karya satra yang lainnya, karena pembuatannya dari belakang terlebih dahulu, yaitu dari isi maksud pantun tersebut.
3.      Membuat sampirannya, yaitu baris pertama dan kedua yang setiap barisnya 8-12 suku kata.
4.      Dalam pembuatan sampiran dan isi perlu diperhatikan dalam penyamaan sajak pada suku kata diakhir kalimat pantun tersebut. Misalkan pada suku kata diakhir baris pertama sajaknya disamakan dengan suku kata diakhir baris ke tiga. Begitu juga dengan baris ke dua dengan baris ke empat.
Untuk contohnya sebagai berikut. Membahas soal tema, tema dalam penulisan pantun sangat penting sekali, karena dengan tema pantun-pantun yang dibuat oleh siswa akan lebih terarah kepada sesuatu atau maksud yang diharapkan. Dan juga tidak akan merebak kemana-mana, yang akhirnya dapat mendatangkan masalah. Memang diakui, adanya sedikit pengekangan kreativitas bagi siswa dalam menulis pantun, jika menggunakan tema yang sempit. Oleh karena itu, guru harus lebih bijaksana dalam memilih tema yang didalamnya dapat mengandung atau mencakup berbagai permasalahan keseharian. Tema yang cocok diberikan dalam proses pembelajaran misalnya saja berkaitan dengan masalah politik, sosial budaya, percintaan, dan kehidupan keluraga. Misalnya, tema tentang sosial budaya dengan mengambil topik soal kebersihan kota atau masalah sampah.
Setelah mendapat tema, bisa dilanjutkan dengan pembuatan isi pantun dengan dijabarkan dalam kalimat terlebih dahulu. Kemungkinan jika dibuatkan kalimat biasa, boleh jadi kalimatnya cukup panjang. Misalnya: ”Dikota yang semakin ramai dan berkembang ini, ternyata mempunyai masalah lain yang sangat terkait dengan masalah kesehatan warganya, yaitu sampah yang berserakan di mana-mana . . . dan seterusnya.”
Kemudian bisa diringkas dalam dua baris kalimat.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Jika isi pantun sudah didapatkan, langkah selanjutnya ialah membuat sampirannya. Walau kata kedua dari suku akhir baris isi pertama dan kedua diberi tanda tebal. Namun jangan hal itu yang menjadi perhatian, tapi justru yang harus diperhatikan ialah pada suku akhir dari kata keempat baris pertama dan kedua, yaitu rak dan tang, sebab yang hendak dicari ialah sajaknya atau persamaan bunyi. Misalnya kata terakhir dalam sampirannya menggunakan kata merak pada baris pertama dan kata petang pada baris ke dua untuk persamaan bunyinya, maka sampirannya bisa ditulis seperti berikut.
Cantik sungguh si burung merak,
terbang rendah di waktu petang.
Kemudian antara sampiran dan isi baru disatukan menjadi;
Cantik sungguh si burung merak,
terbang rendah di waktu petang.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Setelah sampiran dan isi pantun dijadikan satu, maka jadilah pantun yang mempunyai sampiran dan isi. Yang dimana pantun tersebut memiliki makna yang sesuai dengan tema.
Demikian halnya jika membuat pantun teka-teki. Misalnya membuat teka-teki tentang parut, salah satu alat dapur yang berfungsi untuk memarut kelapa guna diambil santannya. Jika diperhatikan dengan teliti ada keanehan mengenai cara kerja parut, hal inilah yang dapat mengilhami kepada semua orang untuk membuat teka-teki, yaitu mata parut yang sedemikian banyak itu, cukup tajam. Daging kelapa yang sudah disediakan, dirapatkan ke mata parut, lalu digerakkkan dari atas ke bawah sambil ditekan. Dari pergerakan itu semua, seperti layaknya orang menyapu, dapat dilihat, daging kelapa itu tertinggal diantara mata parut. Semakin gerakan menyapu dilakukan, daging kelapa itu semakin banyak dimata-mata parut. Logikanya, orang menyapu tentu lantai akan menjadi bersih, tetapi sebaliknya sangat berbeda dengan bidang bangun parut. Semakin disapu, semakin kotor karena banyaknya daging kelapa yang menyangkut dimata parut. Dari sini dapat dibuatkan inti pantunnya, yaitu Semakin disapu, semakin kotor.
Tugas selanjutnya ialah membuat sampiran. Untuk membuat sampiran, boleh membuat yang sederhana, yaitu hanya untuk mencari persamaan bunyi (bersajak) tanpa mengindahkan makna atau arti atau keterkaitan dengan isi seolah satu kesatuan kalimat yang saling mendukung. Jika ingin membuat sampiran yang sederhana, hal yang dilakukan ialah mencari kosa kata yang bersuku akhir tor atau paling tidak or. Misalnya kantor, setor, dan motor. Jika sudah mendapatkan kosa kata untuk membuat akhiran pantun yang sesuai dengan kata kotor, langkah selanjutnya ialah menentukan letak inti pertanyaannya. Apakah diletakkan dibaris ketiga atau baris keempat. Jika diletakkan pada baris ketiga, kalimat baris keempat dapat dibuat sebagai berikut: apakah itu, cobalah terka. Sehingga hasilnya menjadi:
Semakin disapu, semakin kotor,
Apakah itu, cobalah terka.
Sekarang barulah mencari sampirannya. Suku akhir tor atau or dari kata kotor dapat diambil salah satu saja, misalnya kata kantor, kemudian tinggal mencari suku kata yang berakhir ka dari kata terka, yang merupakan kata terakhir dari baris terakhir. Untuk kata yang bersuku akhir ka, dalam kosa kata bahasa Indonesia cukup banyak, misalnya bingka, ketika, sangka, nangka, dan luka. Misalnya diambil kata bingka. Sekarang kata kantor dan bingka baru dijadikan sampiran, menjadi:
Pagi-pagi pergi ke kantor,
Singgah ke warung beli bingka.
Kemudian antara sampiran dan isi baru disatukan, hasilnya menjadi:
Pagi-pagi pergi ke kantor,
Singgah ke warung beli bingka.
Semakin disapu, semakin kotor,
Apakah itu, cobalah terka.
Jadilah pantun teka-teki. Dan jawaban pantun teka-teki itu, tentulah parutan kelapa.
Jika inti pertanyaan diletakkan pada baris keempat, kalimat baris ketiga sebagai berikut: Jika pandai kenapa bodoh.
Sehingga hasilnya menjadi:
Jika pandai kenapa bodoh,
Semakin disapu, semakin kotor.
Langkah selanjutnya ialah membuat sampirannya agar lengkap menjadi sebait pantun. Suku akhir kata kantor yang bersajak dengan kata kotor dapat digunakan lagi, sekarang tinggal mencari suku akhir doh, yang akan bersajak dengan kata bodoh. Misalnya kata jodoh sehingga jika dibuatkan sampirannya, menjadi:
Ramai-ramai mencari jodoh,
Mencari jodoh sampai ke kantor.
Langkah terakhir baru disatukan antara isi dan sampirannya sehingga menjadi:
Ramai-ramai mencari jodoh,
Mencari jodoh sampai ke kantor.
Jika pandai kenapa bodoh,
Semakin disapu, semakin kotor.
Dan jawaban dari pantun teka-teki tersebut tentunya ialah parutan kelapa.          

D.    Teknik Berpantun
Teknik berpantun atau yang biasa kita kenal dengan mendeklamasikan pantun berarti membaca pantun untuk orang lain. Oleh karena itu teknik membacanya harus; (1) Dengan suara yang lantang; (2) Dengan pelafalan yang tepat dan jelas; (3) Dengan intonasi yang baik; dan (4) Penghayatan. Penghayatan terhadap isi pantun diwujudkan dalam ekspresi wajah (mimik) dan gerak-gerik anggota tubuh.
Cara membaca pantun lazimnya setiap baris dipenggal menjadi dua bagian yang sama atau hampir sama. Misalnya, baris pantun berbunyi burung merpati terbang ke hutan, di penggal menjadi burung merpati dan terbang ke hutan. Di antara penggalan itu, perlu ditambahkan jeda (berhenti) ynag cukup lama, dengan intonasi tertentu, kemudian melanjutkan penggalan berikutnya. Sering juga pembacaan pantun dilakukan dengan cara dilagukan. Lagunya sederhana sekali, sesuai dengan selera si pembaca pantun.


E.     Penilaian Berpantun
Penilaian berpantun pada dasarnya menilai suatu ketepatan dan keindahan dalam berpantun. Untuk mengahsilkan ketepatann dan keindahan dalam berpantun diperlukan pantun yang baik, pantun yang antara sampiran dan isinya saling berkesinambungan, tidak hanya semata-mata utnuk menyamakan bunyi.
Adapun pantun yang baik ialah pantun suku akhir kata kedua sampiran pertama bersajak dengan suku akhir kata kedua dari isi yang pertama. Apalagi suku akhir kata keempat dari sampiran pertama seharusnya bersajak dengan suku akhir kata keempat isi pertama, karena disinilah nilai persajakan dalam pantun itu yaitu baris pertama sama dengan baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat. Misalnya dalam pantun dibwah ini,
Cantik sungguh si burung merak,
terbang rendah di waktu petang.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Jika menginginkan suku akhir kata kedua baris pertama dengan suku akhir kata kedua dari baris ketiga bersajak juga. Begitupun dengan suku akhir kata kedua baris kedua dengan suku akhir kata kedua baris keempat bersajak agar terlihat lebih indah bunyinya, maka sampirannya harus diubah, menjadi;
Daun nipah jangan diarak,
bawa ke ladang di waktu petang.
Jika sampah dibiarkan berserak,
penyakit diundang, masalah datang.
Tidak hanya sekedar menilai kesinambungan antara sampiran dan isi serta bagian sajak dalam setiap barisnya saja, namun penilaian dalam pelafalan, penghayatan, dan perasaan ketika pantun disampaikan secara lisan juga perlu dinilai. Karena padu padan antara pantun dan pembawaannya yang akan membuat pantun menjadi indah di dengar dan di indah dirasa. Ketika orang yang mendengar pantun sudah merasakan keindahan dalam penyampaian pantun, tentunya penyampaian isi atau maksud dari pantun tersebut dapat mudah sampai kapada orang yang dituju.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Pantun adalah puisi asli Indonesia. Yang tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata, baris pertama dan baris kedua biasanya sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi, setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata. Dalam pembuatannya terikat oleh aturan-aturan tersebut. Pantun sangat disukai oleh orang Indonesia. Pantun juga salah satu karya sastra yang masuk untuk semua kalangan dan semua usia.

B.     Saran
Ilmu tentang kesusastraan hendaknya bisa selalu digali dan dipelajari serta diterapkan, khususnya tentang pantun oleh para sastrawan, ilmuan dan lebih spesifik lagi oleh mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia, serta untuk para calon guru SD. Melalui pembelajaran sejak dini diharapkan pantun bisa dipahami dan bisa dilestarikan oleh para generasi muda bangsa Indonesia.



Daftar Pustaka

Effendy, Tenas.2004. Tunjuk Ajar dan Pantun Melayu. Yogyakarta: BKPBM dan Adicita
Hidayati, Inoer. 2007. Kumpulan Pantun. Yogyakarta : Indonesiatera
Sugiarto, Eko. 2009. Mengenal Pantun dan Puisi Lama. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga
Widya, Wendi R.D. 2008. Serba Serbi Pantun. Klaten: PT.Intan Pariwara

0 komentar:

Posting Komentar

 

Senyum Terbaikqu Karena Pesan Sukses Darimu Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Online Shop Vector by Artshare